Pasar Pedia, Jakarta – Masa kanak-kanak merupakan masa emas bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif. Pada masa ini, anak membutuhkan asupan nutrisi yang optimal untuk menunjang perkembangan otak, organ tubuh, dan sistem kekebalan tubuh. Namun kenyataannya, gizi buruk pada anak masih menjadi ancaman serius di Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI mengangkat isu tersebut melalui podcast yang diunggah di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI pada Kamis, 12 Februari 2024 mengundang dr. Dr. Tan Sot Yen, M.Hum selaku pakar gizi masyarakat.
Dalam podcast tersebut, Dr. Tan mengatakan, hasil survei status gizi anak di Indonesia menunjukkan 21,6% anak terlambat terdiagnosis, 17,1% gizi buruk, 2,7% kurus, dan 3,5% kelebihan berat badan atau obesitas.
Anak-anak yang kekurangan gizi berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan belajar, dan prestasi akademik yang buruk. Selain itu, mereka lebih rentan terserang penyakit kronis seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung di usia dewasa.
Gizi buruk pada anak merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan beberapa akibat fatal. Salah satu langkah penting untuk mencegah dan mengobatinya adalah dengan mengenali jenis-jenis malnutrisi yang paling umum terjadi pada anak-anak.”
Menurut WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia, stunting merupakan penyakit gizi kronis yang terjadi pada anak. Namun, pada tahap awal kehidupannya anak membutuhkan nutrisi yang baik.
“80% otak manusia terbentuk saat anak mencapai usia 2 tahun dan sempurna pada usia 5 tahun. Jadi, spina bifida memang menjadi masalah besar di negara kita,” kata Tan.
Menyia nyiakan
Tan mengatakan, fenomena wasting merupakan ketidaksesuaian antara berat badan dan tinggi badan anak. Wasting juga dapat mengacu pada kondisi anak yang berat badannya menurun seiring berjalannya waktu hingga total berat badannya berada jauh di bawah kurva pertumbuhan tipikal atau berat badannya terhadap tinggi badan rendah (underweight) dan menunjukkan penurunan berat badan yang parah (akut).
Pemicu wasting biasanya karena anak sedang diare sehingga berat badannya turun drastis namun tinggi badannya tidak menjadi masalah. Sampah tidak bisa dibiarkan begitu saja karena pengolahannya yang berlebihan bisa berakibat fatal. Defisiensi mikronutrien
Selain kekurangan kalori dan protein, kekurangan zat gizi mikro juga merupakan bentuk kekurangan gizi yang umum terjadi pada anak. Zat gizi mikro seperti zat besi, vitamin A, dan zinc sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif anak.
Misalnya, anak kekurangan zat besi akan memudahkan anak terkena infeksi. Ujung-ujungnya nafsu makan anak jadi buruk dan dia tidak mau makan apa pun, jelas Tan di podcast Kementerian Kesehatan RI. .
Gizi buruk pada anak dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Dampak tersebut tidak hanya terbatas pada aspek fisik, namun juga aspek mental, mental, dan sosial.
Menurut UNICEF, sebagaimana dilansir dalam UNICEF Indonesia, berikut dampak malnutrisi terhadap tumbuh kembang anak: Rendahnya daya tahan tubuh.
Anak yang mengalami gizi buruk akan cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit menular seperti diare, batuk, pilek, dan pneumonia.
Faktanya, anak kecil yang terdiagnosis kurang gizi dan menderita penyakit menular akan mengalami kondisi yang lebih serius dan lebih sulit pulih dibandingkan anak yang bergizi baik. Gangguan perkembangan fisik
Kurangnya asupan nutrisi pada anak dapat menghambat perkembangan fisiknya, termasuk pertumbuhan tinggi badan.
Dampak tersebut terjadi karena anak gizi buruk tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi makro (protein dan karbohidrat) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang penting untuk perkembangan tulang dan jaringan tubuh lainnya. Kekurangan ini dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik anak, termasuk tinggi badan. Gangguan perkembangan otak
Nutrisi menjadi kunci penting untuk menunjang perkembangan otak anak kecil. Anak yang mengalami gizi buruk akan mengalami risiko tidak optimalnya perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa gizi yang baik sangat penting untuk menjamin perkembangan terbaik anak kecil dan mencegah berbagai akibat negatif di kemudian hari. Kematian
Dari segala bentuk permasalahan gizi pada anak, wasting, khususnya gizi buruk, mempunyai risiko kematian paling tinggi. Risiko kematian pada anak-anak yang mengalami gizi buruk hampir 12 kali lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang mengalami gizi baik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sistem imun tubuh. Jika mereka mengidap penyakit menular, kondisinya akan semakin parah dan sulit sembuh hingga dapat menyebabkan kematian.
Gizi buruk pada anak dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk mengetahui cara mencegah anak terkena gangguan makan.
Time menyebutkan pentingnya pola makan seimbang untuk tumbuh kembang anak yang optimal serta mencegah anak tertular berbagai penyakit gizi.
“Anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang fokus pada protein hewani, namun protein hewani saja tidak cukup, sehingga harus ada kemampuan yang sepadan dalam mengonsumsi makanan pokok, sayur mayur, buah-buahan dan tentunya protein,” jelas Tan.
Selain itu, kualitas makanan yang dikonsumsi anak juga harus terjamin baik. Apalagi bagi anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah, dimana mereka lebih cenderung mengonsumsi jajanan kemasan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Oleh karena itu, orang tua harus bisa mengarahkan mereka pada makanan yang berkualitas.
“Kualitas pangan juga berasal dari pangan yang selalu segar. Usahakan mencari pangan yang murah dan mudah agar ada ketersediaan dan keterjangkauannya,” lanjut Tan.
Selain itu, cara pengolahan makanan itu sendiri juga harus diperhatikan dengan cermat. Saatnya memanfaatkan kebiasaan dan preferensi mayoritas masyarakat Indonesia terhadap makanan yang diolah dengan cara digoreng.
Sebenarnya ikan goreng itu bukan makanan sehat lho? Karena omega-3-nya berubah menjadi lemak trans, kata dr. Tahun.
Tan menyarankan cara pengolahan lain yang juga menyertakan rempah-rempah khas Indonesia, agar kandungan nutrisi pada makanan tersebut tidak berkurang atau bahkan tergantikan dengan zat berbahaya.